Showing posts with label Iskandar Muda. Show all posts
Showing posts with label Iskandar Muda. Show all posts

Thursday, January 23, 2014

Sultan Iskandar Muda

PAHLAWAN ACEH - Aceh's HeroAceh adalah sebuah bangsa yang sangat gigih dalam mempertahankan kemerdekaannya. Kegigihan ini dapat dilihat dan dibuktikan oleh sejumlah Pahlawan (baik pria maupun wanita), serta bukti-bukti lainnya, diantaranya sembilan jenderal Belanda tewas dalam perang Aceh, serta kuburan Kerkhoff yang pernah mencatat rekor sebagai kuburan Belanda terluas di luar Negeri Belanda. Diantara para pahlawan Aceh tersebut adalah sbb:Sultan Iskandar Muda (1593-1636)

1. Riwayat Hidup
Snouck Hurgronje pernah menyatakan bahwa kisah tentang Sultan Iskandar Muda hanya dongeng belaka. Sayangnya, Horgronje hanya mendasari penelitiannya pada karya-karya klasik Melayu, seperti Bustan al-Salatin, Hikayat Aceh, dan Adat Aceh. Sejarah Aceh rupanya dipahami Horgronje secara keliru. Sebagai perbandingan, kita bisa membaca penelitian Denys Lombard, Kerajaan Aceh: Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636) yang di samping menggunakan sumber-sumber Melayu setempat (Bustan al-Salatin, Hikayat aceh, dan Adat Aceh), juga menggunakan sumber-sumber Eropa dan Tionghoa. Di samping kedua sumber itu, Lombard juga menggunakan kesaksian para musafir Eropa yang sempat tinggal di Aceh pada saat itu, seperti Frederik de Houtman, John Davis, dan terutama Augustin de Beaulieu. Penelitian Lombard bisa dikatakan mampu menyajikan fakta sejarah sesuai aslinya, dan itu berarti ia justru membalikkan tesis Horgronje. Lombard membuktikan bahwa masa kekuasaan Sultan Iskandar Muda merupakan masa kejayaan yang sangat gemilang.

Sultan Iskandar Muda merupakan raja paling berpengaruh pada Kerajaan Aceh. Ia lahir di Aceh pada tahun 1593. Nama kecilnya adalah Perkasa Alam. Dari pihak ibu, Sultan Iskandar Muda merupakan keturunan dari Raja Darul-Kamal, sedangkan dari pihak ayah ia merupakan keturunan Raja Makota Alam. Ibunya bernama Putri Raja Indra Bangsa, atau nama lainnya Paduka Syah Alam, yang merupakan anak dari Sultan Alauddin Riayat Syah, Sultan Aceh ke-10. Putri Raja Indra Bangsa menikah dengan Sultan Mansyur Syah, putra dari Sultan Abdul Jalil (yang merupakan putra dari Sultan Alauddin Riayat Syah al-Kahhar, Sultan Aceh ke-3). Jadi, sebenarnya ayah dan ibu dari Sultan Iskandar Muda merupakan sama-sama pewaris kerajaan. Sultan Iskandar Muda menikah dengan seorang putri dari Kesultanan Pahang, yang lebih dikenal dengan Putroe Phang. Dari hasil pernikahan ini, Sultan Iskandar Muda dikaruniai dua buah anak, yaitu Meurah Pupok dan Putri Safiah. Perjalanan Sultan Iskandar Muda ke Johor dan Melaka pada 1612 sempat berhenti di sebuah Tajung (pertemuan sungai Asahan dan Silau) untuk bertemu dengan Raja Simargolang. Sultan Iskandar Muda akhirnya menikahi salah seorang puteri Raja Simargolang yang kemudian dikaruniai seorang anak bernama Abdul Jalil (yang dinobatkan sebagai Sultan Asahan 1).

Sultan Iskandar Muda mulai menduduki tahta Kerajaan Aceh pada usia yang terbilang cukup muda (14 tahun). Ia berkuasa di Kerajaan Aceh antara 1607 hingga 1636, atau hanya selama 29 tahun. Kapan ia mulai memangku jabatan raja menjadi perdebatan di kalangan ahli sejarah. Namun, mengacu pada Bustan al-Salatin, ia dinyatakan sebagai sultan pada tanggal 6 Dzulhijah 1015 H atau sekitar awal April 1607. Masa kekuasaan Sultan Iskandar Muda tersebut ini dikenal sebagai masa paling gemilang dalam sejarah Kerajaan Aceh Darussalam. Ia dikenal sangat piawai dalam membangun Kerajaan Aceh menjadi suatu kerajaan yang kuat, besar, dan tidak saja disegani oleh kerajaan-kerajaan lain di nusantara, namun juga oleh dunia luar. Pada masa kekuasaannya, Kerajaan Aceh termasuk dalam lima kerajaan terbesar di dunia.

Langkah utama yang ditempuh Sultan Iskandar Muda untuk memperkuat kerajaan adalah dengan membangun angkatan perang yang umumnya diisi dengan tentara-tentara muda. Sultan Iskandar Muda pernah menaklukan Deli, Johor, Bintan, Pahang, Kedah, dan Nias sejak tahun 1612 hingga 1625. Sultan Iskandar Muda juga sangat memperhatikan tatanan dan peraturan perekonomian kerajaan. Dalam wilayah kerajaan terdapat bandar transito (Kutaraja, kini lebih dikenal Banda Aceh) yang letaknya sangat strategis sehingga dapat menghubungkan roda perdagangan kerajaan dengan dunia luar, terutama negeri Barat. Dengan demikian, tentu perekonomian kerajaan sangat terbantu dan meningkat tajam.

Dalam bidang ekonomi, Sultan Iskandar Muda menerapakan sistem baitulmal. Ia juga pernah melakukan reformasi perdagangan dengan kebijakan menaikkan cukai eksport untuk memperbaiki nasib rakyatnya. Pada masanya, sempat dibangun juga saluran dari sungai menuju laut yang panjangnya mencapai sebelas kilometer. Pembangunan saluran tersebut dimaksudkan untuk pengairan sawah-sawah penduduk, termasuk juga sebagai pasokan air bagi kehidupan masyarakat dalam kerajaan.

Sultan Iskandar Muda dikenal memiliki hubungan yang sangat baik dengan Eropa. Konon, ia pernah menjalin komunikasi yang baik dengan Inggris, Belanda, Perancis, dan Ustmaniyah Turki. Sebagai contoh, pada abad ke-16 Sultan Iskandar Muda pernah menjalin komunikasi yang harmonis dengan Kerajaan Inggris yang pada saat itu dipegang oleh Ratu Elizabeth 1. Melalui utusannya, Sir James Lancester, Ratu Elizabeth 1 memulai isi surat yang disampaikan kepada Sultan Iskandar Muda dengan kalimat: “Kepada Saudara Hamba, Raja Aceh Darussalam”. Sultan kemudian menjawabnya dengan kalimat berikut: “I am the mighty ruler of the religions below the wind, who holds way over the land of Aceh and over the land of Sumatera and over all the lands tributary to Aceh, which stretch from the sunrise to the sunset (Hambalah sang penguasa perkasa negeri-negeri di bawah angin, yang terhimpun di atas tanah Aceh dan atas tanah Sumatera dan atas seluruh wilayah-wilayah yang tunduk kepada Aceh, yang terbentang dari ufuk matahari terbit hingga matahari terbenam)”.

Pada masa pemerintahannya, terdapat sejumlah ulama besar. Di antaranya adalah Syiah Kuala sebagai mufti besar di Kerajaan Aceh pada masa Sultan Iskandar Muda. Hubungan keduanya adalah sebagai penguasa dan ulama yang saling mengisi proses perjalanan roda pemerintahan. Hubungan tersebut diibaratkan: Adat bak Peutu Mereuhum, syarak bak Syiah di Kuala (adat di bawah kekuasaan Sultan Iskandar Muda, kehidupan beragama di bawah keputusan Tuan Syiah Kuala). Sultan Iskandar Muda juga sangat mempercayai ulama lain yang sangat terkenal pada saat itu, yaitu Syeikh Hamzah Fanshuri dan Syeikh Syamsuddin as-Sumatrani. Kedua ulama ini juga banyak mempengaruhi kebijakan Sultan. Kedua merupakan sastrawan terbesar dalam sejarah nusantara.

Sultan Iskandar Muda meninggal di Aceh pada tanggal 27 Desember 1636, dalam usia yang terbilang masih cukup muda, yaitu 43 tahun. Oleh karena sudah tidak ada anak laki-lakinya yang masih hidup, maka tahta kekuasaanya kemudian dipegang oleh menantunya, Sultan Iskandar Tani (1636-1641). Setelah Sultan Iskandar Tani wafat tahta kerajaan kemudian dipegang janda Iskandar Tani, yaitu Sultanah Tajul Alam Syafiatudin Syah atau Puteri Safiah (1641-1675), yang juga merupakan puteri dari Sultan Iskandar Muda.

2. Pemikiran
Sultan Iskandar Muda merupakan pahlawan nasional yang telah banyak berjasa dalam proses pembentukan karakter yang sangat kuat bagi nusantara dan Indonesia. Selama menjadi raja, Sultan Iskandar Muda menunjukkan sikap anti-kolonialismenya. Ia bahkan sangat tegas terhadap kerajaan-kerajaan yang membangun hubungan atau kerjasama dengan Portugis, sebagai salah satu penjajah pada saat itu. Sultan Iskandar Muda mempunyai karakter yang sangat tegas dalam menghalau segala bentuk dominasi kolonialisme. Sebagai contoh, kurun waktu 1573-1627 Sultan Iskandar Muda pernah melancarkan jihad perang melawan Portugis sebanyak 16 kali, maski semuanya gagal karena kuatnya benteng pertahanan musuh. Kekalahan tersebut menyebabkan jumlah penduduk turun drastis, sehingga Sultan Iskandar Muda mengambil kebijakan untuk menarik seluruh pendudukan di daerah-daerah taklukannya, seperti di Sumatera Barat, Kedah, Pahang, Johor dan Melaka, Perak, serta Deli, untuk migrasi ke daerah Aceh inti.

Pada saat berkuasa, Sultan Iskandar Muda membagi aturan hukum dan tata negara ke dalam empat bidang yang kemudian dijabarkan secara praktis sesuai dengan tatanan kebudayaan masyarakat Aceh. Pertama, bidang hukum yang diserahkan kepada syaikhul Islam atau Qadhi Malikul Adil. Hukum merupakan asas tentang jaminan terciptanya keamanan dan perdamaian. Dengan adanya hukum diharapkan bahwa peraturan formal ini dapat menjamin dan melindungi segala kepentingan rakyat. Kedua, bidang adat-istiadat yang diserahkan kepada kebijaksanaan sultan dan penasehat. Bidang ini merupakan perangkat undang-undang yang berperan besar dalam mengatur tata negara tentang martabat hulu balang dan pembesar kerajaan. Ketiga, bidang resam yang merupakan urusan panglima. Resam adalah peraturan yang telah menjadi adat istiadat (kebiasaan) dan diimpelentasikan melalui perangkat hukum dan adat. Artinya, setiap peraturan yang tidak diketahui kemudian ditentukan melalui resam yang dilakukan secara gotong-royong. Keempat, bidang qanun yang merupakan kebijakan Maharani Putro Phang sebagai permaisuri Sultan Iskandar Muda. Aspek ini telah berlaku sejak berdirinya Kerajaan Aceh.

Sultan Iskandar Muda dikenal sebagai raja yang sangat tegas dalam menerapkan syariat Islam. Ia bahkan pernah melakukan rajam terhadap puteranya sendiri, yang bernama Meurah Pupok karena melakukan perzinaan dengan istri seorang perwira. Sultan Iskandar Muda juga pernah mengeluarkan kebijakan tentang pengharaman riba. Tidak aneh jika kini Nagroe Aceh Darussalam menerapkan syariat Islam karena memang jejak penerapannya sudah ada sejak zaman dahulu kala. Sultan Iskandar Muda juga sangat menyukai tasawuf.

Sultan Iskandar Muda pernah berwasiat agar mengamalkan delapan perkara, di antaranya adalah sebagai berikut. Pertama, ia berwasiat kepada para wazir, hulubalang, pegawai, dan rakyat agar selalu ingat kepada Allah dan memenuhi janji yang telah diucapkan. Kedua, jangan sampai para raja menghina alim ulama dan ahli bijaksana. Ketiga, jangan sampai para raja percaya terhadap apa yang datang dari pihak musuh. Keempat, para raja diharapkan membeli banyak senjata. Pembelian senjata dimaksudkan untuk meningkatkan kekuatan dan pertahanan kerajaan dari kemungkinan serangan musuh setiap saat. Kelima, hendaknya para raja mempunyai sifat pemurah (turun tangan). Para raja dituntut untuk dapat memperhatikan nasib rakyatnya. Keenam, hendaknya para raja menjalankan hukum berdasarkan al-Qur‘an dan sunnah Rasul. Di samping kedua sumber tersebut, sumber hukum lain yang harus dipegang adalah qiyas dan ijma‘, baru kemudian berpegangan pada hukum kerajaan, adat, resam, dan qanun. Wasiat-wasiat tersebut mengindikasikan bahwa Sultan Iskandar Muda merupakan pemimpin yang saleh, bijaksana, serta memperhatikan kepentingan agama, rakyat, dan kerajaan.

Hamka melihat kepribadian Sultan Iskandar Muda sebagai pemimpin yang saleh dan berpegangan teguh pada prinsip dan syariat Islam. Tentang kepribadian kepemimpinannya, Antony Reid melihat bahwa Sultan Iskandar Muda sangat berhasil menjalankan kekuasaan yang otoriter, sentralistis, dan selalu bersifat ekspansionis. Karakter Sultan Iskandar tersebut memang banyak dipengaruhi oleh sifat kakeknya. Kejayaan dan kegemilangan Kerajaan Aceh pada saat itu memang tidak luput dari karakter kekuasaan monarkhi karena model kerajaan berbeda dengan konsep kenegaraan modern yang sudah demokratis.

3. Karya
Surat Sultan Iskandar Muda kepada Raja Inggris King James 1 pada tahun 1615 merupakan salah satu karyanya yang sungguh mengagumkan. Surat (manuskrip) tersebut berbahasa Melayu, dipenuhi dengan hiasan yang sangat indah berupa motif-motif kembang, tingginya mencapai satu meter, dan konon katanya surat itu termasuk surat terbesar sepanjang sejarah. Surat tersebut ditulis sebagai bentuk keinginan kuat untuk menunjukkan kepada dunia internasional betapa pentingnya Kerajaan Aceh sebagai kekuatan utama di dunia.

Masa kejayaan Sultan Iskandar Muda, di samping kebijakan reformatifnya, juga ditandai dengan luasnya cakupan kekuasaannya. Pada masanya, wilayah Kerajaan Aceh telah mencapai pesisir barat Minangkabau dan Perak.

4. Penghargaan
Melalui Surat Keputusan Presiden RI No. 077/TK/Tahun 1993 tanggal 14 September 1993, Sultan Iskandar Muda dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Pemerintah RI serta mendapat tanda kehormatan Bintang Mahaputra Adipradana (Kelas II). Sebagai wujud pernghargaan terhadap dirinya, nama Sultan Iskandar Muda diabadikan sebagai nama jalan di sejumlah daerah di tanah air, misalnya sebagai nama jalan di Banda Aceh. Nama Iskandar Muda telah diabadikan sebagai nama Kodam-1.
-->

KERAJAAN ACEH PADA MASA SULTAN ISKANDAR MUDA

Pemerintahan kesultanan Aceh dipimpin oleh Sultan Iskandar Muda adalah pada tahun 1607-1636. Yang sebelumnya ia dipenjara oleh sultan Ali Ri’ayat Syah karena ia tidak setuju terhadap pemerintahannya. Iskandar muda melihat bahwa sultan Ali tidak Cakap dalam menangani masalah perampokan dan bahaya kemiskinan yang di derita oleh rakyat Aceh. Hal itulah yang dilirik oleh Portugis yang melihat bahwa pemerintahan Aceh sedang lemah, dan berusaha menyiapkan armadanya untuk menyerang Aceh. Melihat kondisi tersebut Sultan Iskandar Muda mengirimkan surat kepada Sultan Ali agar membebaskannya, agar ia bisa membantu menyerang Portugis permintaanya itu dikabulkan sehingga Ia dibebaskan. Yang kemudian pada tanggal 4 april 1607 ia berhasil mengusir Portugis dari Aceh.  Setelah peristiwa tersebut Ia berhasil menduduki kerajaan dan menjdi Sultan yang menggantikan Ali Ri’ayat Syah. Pendudukan kerajaan tersebut didukung oleh orang-orang besar. Salah satu keunggulan dari pemerintahan Sultan Iskandar muda adalah keberaniannya untuk melawan para penjajah yang ingin menguasai perdagangan di Nusantara. Hal inilah yang mempengaruhi kebijakan-kebijakan sultan untuk mengatur perdagangan.
                              Sejak Iskandar Muda naik tahta perubahan-perubahan besar yang terencana berlaku dengan cepat. Terutama kemajuan ekonominya, Ia menyimpulkan bahwa produk-produk hasil bumi Nusantara merupakan bahan yang menjadi rebutan oleh orang-orang Eropa. Bahan komoditi ekspor yang bernilai tinggi diantaranya adalah emas dan lada yang pada saat itu banyak terdapat dikepulauan Sumatra.   Selain itu pada masa pemerintahannya Aceh memiliki kekuaatan militer yang sangat kuat maka tidak heran  Sultan berhasil menaklukan wilayah-wilayah seprti Natal, Pasaman, Tiku, Pariaman. Dengan ini wliayah kekuasaan Aceh akan semakin luas serta dapat menambah tersedianya hasil alam yang laku dijual dipasaran. Wilayah-wilayah tersebut umumnya di berikan kepada orang-orang yang dipercayai Sultan untuk mengurus wilayah tersebut.  Belanda sendiri pun belum mau memusaatkan perhatiannya kepada Aceh setelah Aceh berhasil memukul mundur Portugis. Belanda berfikir bahwa Aceh merupakan kerajaan yang kuat. Selain itu pertikaian yang berlangsung antara Aceh dengan Johor merupakan keuntungan tersendiri bagi Belanda maupun Portugis. Belanda juga ingin membantu Johor untuk melawan Aceh dan dujadikan sebagai sekutu. Setelah berpikiran bahwa perseteruan itu dapat membendung pergerakan Portugis dan belanda dapat menguasai Malaka.
                           Saat Aceh mengetahui bahwa Johor bersekutu dengan Belanda, Maka Aceh berniat untuk melakukan penyerangan terhadap Johor. Pada tahun 1612 Aceh berhasil mengalahkan Johor,pada saat itu Sultan Alauddin dari Johor berhasil melarikan diri. Sebaliknnya Raja Bungsu ditangkap tertangkap juga Raja Siak,ipar Alauddin. Banyak perwira dan orang-orang bangsawan tertangkap dan dibawa ke Aceh sebagai tawanan.  Terdapat orang-orang belanda juga yang bertugas di pos dagang di Johor.  Perkembangan selanjutnya adalah sultan membebaskan Raja bungsu yang dianggap tida berpihak pada Portugis dan ia juga ,mengikuti perintah Aceh. Sultan juga menikahkannya dengan adhiknya supaya terjalin lebih erat. Semenjak itu Johor menjad daerah kekuasaan Aceh.  Pada tahun  1615 sultan memerintahkan untuk menyerang Malaka, namun pada saat itu portugis sudah siap sehingga serangan Aceh dapat dihentikan.
                              Serangan terbesar Aceh ke Malaka terjadi pada tahun 1629. Pasukan Aceh yang saat itu berkekuaatan 236 kapal denagn 20.000 prajurit. Pertemperan melawan Portugis dimalaka itu sangat berlangsung lama  yang menimbulkan banyak korban,pasukan Aceh dapat mengepung Portugis di Malaka hingga berbulan-bulan. Namun penyerangan di Aceh mengalami kekalahan akibat lemah pengawasan  dari daerah luar (laut) sehingga muncul banyak bala bantuan dari pihak Portugis diantaranya dari Pahang dan juga dari Goa. bahkan kapal besar Aceh pun berhasil dikuasai dan pada saat itu Aceh mengalami kekalahan yang hebat dan menderita banyak korban. Pada saat itulah Aceh megalami guncangan hebat,karena kalah atas peperangan melawan Portugis.
                              Selatah kekalahan tersebut pada 1636 Sultan Iskandar Muda mangkat dari jabatannya dan dingantikan oleh menantunya yaitu Iskandar Tsani yang tidak lain adalah menantunya. Sumber dari barat menyebutkan bahwa lima belas hari sebelum mangkatnya, sultan menghukum putranya sendiri. Putra tersebut dituduh berkelakuan jahat dan tak dapat dikendalikan. Ada yang mengatakan hukuman mati tersebut dijalankan karena putra sultan telah melakukan perzinaan dengan seorang istri penduduk yang kemudian dengan diperlakukannya hukum islam maka putra tersebut dibunuh. Pada masa pemeritah Sultan Iskandar Tsani inilah Aceh mengalami perkembangan dalam ilmu penegtahuan keagamaan.
                             Pada dasarnya pemerintahan yang dipimpin Sultan iskandar muda mengandung program perluasaan wilayah sebagai berikut :pertama, menguasai seluruh negeri dan pelabuhan  disekitar Selat Malaka. Kedua, mengalahkan Johor supaya tidak tidak dapat lagi ditunggangi oleh Belnda maupun Portugis. Ketiga, mengalahkan Porutgis dan menaklukan Malaka.keempat, mengalahkan negeri-negeri disebelah timur Malaya,sejauh merugikan perdagangan Aceh dan mencapai kemengan dari musuh seperti Pahang dan patani.  Kelima, menaikkan harga jual hasil bumi untuk ekspor dengan jalan memusatkan pelabuhan samudera di Aceh atau mengadakan pengawasan yang ketat sedemikian rupa sehingga kepentingan Raja tidak dirugikan.
post oleh:
http://sosiohistoryedi.blogspot.com/
-->

Kisah Sultan Iskandar Muda Tegakkan Had pada Putra Mahkota

Kesultanan Aceh tahun 1636, Seorang Sultan Perkasa – Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam – yang menguasai Sumatera dan Semenanjung Malaka sedang berdiam diri dalam istana. Sultan merenung di Balairung yang juga tidak jauh dari Balai Cermin yang agung. Sumatera dan Malaka sudah dalam genggamannya. Namun, ia pun melihat Portugis, Inggris, dan beberapa Negara Eropa lain sedang mengincar penguasaan Selat Malaka.
Beliau telah memerintah Aceh dan daerah taklukannya hampir 30 tahun. Ia seorang pribadi yang kuat dalam arti yang sebenarnya secara fisik dan mental. Seorang bangsawan yang cerdas serta tegas. Negarawan yang adil sekaligus politisi dan diplomat yang ulung. Ia adalah Sultan terbesar Aceh yang mampu membawa Aceh Darussalam mencapai kejayaan dan menjadi kerajaan yang disegani.
Dalam kurun hampir 30 tahun masa pemerintahannya, Sultan Iskandar Muda telah berhasil menyempurnakan Qanunul Asyi Ahlussunah Wal Jamaah yang terdiri dari 500 ayat Al-Quranul Karim, 500 Hadis Rasulullah, Ijma’ Sahabat rasulullah, Qiyas Ulama Ahlussunnah Wal Jamaah. Kemudian dilengkapi pula dengan Qanun Putroe Phang suatu aturan yang mampu memberikan perlindungan kepada Kaum Wanita.
Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda inilah dikenal sebuah Kata Filosofis Rakyat Aceh :Adat bak Poteu meureuhom, Hukom bak Syiah Kuala, Qanun bak Putroe Phang, reusam bak Laksamana. Kata Filosofis ini menjadi pedoman hidup bagi kerajaan dan masyarakatnya untuk mengatur tata kehidupan dalam menegakan kebenaran dan keadilan demi kesejahteraan masyarakat.
Ditengah perenungannya didalam Istana, Sultan mulai memikirkan kederisasi kepemimpinannya. Ia membutuhkan seorang penerus kerajaan yang kuat yang mampu merpertahankan kekuasaannya dan menjaga Kerajaaan Aceh dan daerah taklukannya agar tidak tunduk pada kekuasaan asing, terutama Portugis dan Inggris yang saat itu terus melakukan provokasi di Selat Malaka.
Terlintaslah pandangannya pada wajah Sang Putra Mahkota – Meurah Pupok – yang digelari Sultan Muda atau Poteu Cut. Anak kesayangannya ini berwajah gagah mewarisi ketampanan wajah sang ayah. Putra Mahkota atau Poteu Cut ini memang masih belia, minim pengalaman. Saat ini sedang menanjak dewasa. Sultan merencanakan untuk memberikan beberapa tanggung jawab kepada Putra Mahkota agar ia belajar dan berpengalaman. Termasuk diantaranya tugas tempur untuk memimpin Armada Laut terbesar Kerajaan yaitu Armada Cakra Donya. Diharapkan dengan berbagai pengalaman penugasan termasuk dengan menjadi Panglima Perang pada saatnya nanti ia mampu menggantikan dirinya untuk menjadi Sultan.
Menurut sebuah riwayat Sultan Iskandar Muda memiliki dua anak, yang pertama adalah Meurah Pupok yang berasal dari istrinya seorang Putri Gayo. Yang kedua adalah wanita yang bernama Safiatuddin yang berasal dari istrinya Putri Pedir/Pidie. Meurah Pupok dikenal sebagai seorang Pangeran yang terampil menunggang kuda. Meurah Pupok menjadi harapan Sultan Iskandar Muda untuk menggantikannya.
Di tengah lamunannya Sultan terpengarah karena tiba-tiba seorang Perwira Muda Kerajaan yang sangat dikenalnya dan merupakan kepercayaannya tiba-tiba menorobos masuk dan langsung berlutut menyembah dirinya. Dengan terbata-terbata Sang Perwira menangis tersedu-sedu sambil menyebutkan bahwa Putra Mahkota Poteu Cut Meurah Pupok telah melakukan tindakan asusila dengan menodai istrinya. Perwira tersebut langsung membunuh istrinya setelah mengetahui peristiwa tersebut. Namun, untuk Putra Mahkota ia serahkan sepenuhnya pada kebijaksanaan Sultan. Ia menuntut keadilan kepada Sultan. Selepas ia mengadukan hal tersebut kepada Sultan, Perwira tersebut langsung mencabut rencongnya dan menikam ke hulu hatinya sendiri tanpa sempat dicegah oleh Sultan dan pengawalnya. Robohlah perwira tersebut dan langsung tewas saat itu juga.
Syahdan Perwira Muda ini adalah Pelatih Angkatan Perang Aceh. Ia mengetahui peristiwa tersebut setelah melakukan pelatihan terhadap para prajurit di kawasan Blang Peurade Aceh. Ia sangat kecewa dengan peristiwa yang melibatkan istrinya tersebut. Kekecewaan tersebut ia tumpahkan dengan membunuh istrinya sendiri kemudian ia sendiri bunuh diri di hadapan Sultan.
Tercenunglah Sultan dengan wajah bergetar menahan amarah. Ia baru saja menaruh harapan terhadap Putra Mahkota, namun peristiwa yang baru terjadi bagaikan petir yang menyambar dirinya. Seorang Perwira kerajaan kepercayaan dirinya menyampaikan pengaduan yang membuat dunia ini seolah-olah runtuh. Putra Mahkota kesayangannya telah melakukan tindakan yang tidak patut.
Segera Sultan berteriak garang disaksikan orang-orang penting Kerajaan dan para pengawalnya, “Aku adalah Sultan Penguasa Aceh, Sumatera dan Malaka. Aku telah memerintah Aceh dan taklukannya dengan menegakan hukum yang seadil-adilnya. Aku pun akan menegakan hukum terhadap keluargaku sendiri. Aku pun akan menerapkan hukum kepada Putra Mahkota yang seberat-beratnya. Dengan tanganku sendiri akan kupenggal leher putraku karena telah melanggar hukum dan adat negeri ini.”
Semua pembesar kerajaan tercenung. Sultan segera memerintahkan penangkapan Putra Mahkota Meurah Pupok yang bergelar Poteu Cut atau Sultan Muda. Pengadilan segera dilakukan dan Sultan Iskandar Muda telah memutuskan bahwa ia sendirilah yang akan memancung putra kesayangannya itu. Mendung menggelayut di atas Kerajaan Aceh, prahara telah menghantam negeri perkasa ini.
Beberapa pembesar kerajaan yang peduli terhadap kelangsungan kerajaan bersepakat untuk menghadap Sultan Iskandar Muda agar membatalkan hukuman pancung tersebut. Mereka mengajukan berbagai usul seperti pengampunan atau cukup dengan mengasingkan Putra Mahkota ke negeri lain. Termasuk mencari kambing hitam, mencari seorang pemuda lain untuk menjadi pesakitan menggantikan Putra Mahkota. Semua usul tersebut ditolak oleh Sultan dan dengan berang Sultan berkata, “Akulah yang menegakan hukum di negeri ini dan kepada siapapun yang bersalah tidak terkecuali terhadap keluargaku sendiri harus dihukum. Kerajaan ini kuat karena hukum yang ditegakan dan adanya keadilan.”
Sultan kemudian menyebut dalam bahasa Aceh, “Gadoh aneuk meupat jrat, gadoh hukom ngon adat pat tamita? Hilang anak masih ada kuburan yang bisa kita lihat, tetapi jika hukum dan adat yang hilang hendak kemana kita mencarinya?”
Semua pembesar kerajaan terdiam tak kuasa membantah titah Raja Perkasa yang adil ini. Mereka mulai membayangkan bagaimana masa depan negeri ini. Bahkan Menteri Kehakiman pun yang bergelar Sri Raja Panglima Wazir berusaha membujuk tetapi Sultan tetap tidak bergeming. Sultan berketetapan hati tetap melaksanakan putusannya. Sultan sendiri dengan tegas mengatakan apabila tidak ada seorang pun yang mau melakukan hukuman ini maka ia sendiri yang akan melakukannya. Pada hari yang ditentukan dilaksanakanlah hukuman pancung tersebut yang langsung dilakukan oleh Sultan Iskandar Muda terhadap Putra Mahkota kesayangannya.
Di bawah linangan air mata masyarakat yang mencintai Sultan dan Putra Mahkotanya disaksikan pembesar kerajaan yang berwajah sendu dan tertunduk tidak mampu menatap kejadian tersebut, Sultan Iskandar Muda dengan tegar melaksanakan hukuman pancung terhadap Putra Mahkota kesayangannya itu. Langit kerajaan Aceh menjadi mendung kelabu.
Rakyat kebanyakan maupun pembesar kerajaan banyak yang tidak percaya dengan apa yang dilakukan oleh Putra Mahkota. Mereka semua menaruh harapan besar terhadap Putra Mahkota sebagai pewaris kerajaan dan turunan langsung Sultan Iskandar Muda. Tetapi hukum telah ditegakan dan Sultan langsung yang melaksanakan keputusan tersebut.
Atas keputusan Sultan Iskandar Muda pula jenazah Meurah Pupok tidak dibolehkan untuk dimakamkan dikompleks pemakaman kerajaan. Pemakaman kerajaan disebut dengan Kandang Mas yang berada dilingkungan Keraton Darul Donya. Jenajah hanya dimakamkan disuatu kompleks di luar area Keraton yaitu didekat lapangan pacuan kuda Medan Khayali.
Waktu terus berjalan, Sultan mulai memikirkan siapa penggantinya. Kemudian berkembanglah sebuah informasi bahwa Putra Mahkota Meurah Pupok yang bergelar Sultan Muda Poteu Cut, memang sengaja disingkirkan oleh sebuah konspirasi. Oleh sekelompok orang tertentu yang tidak menginginkannya menjadi Raja atau Sultan, mencoba mencari berbagai cara untuk mencegahnya menjadi Sultan. Kelompok ini tidak berani berhadapan secara langsung dengan Sultan atau melakukan tindakan gegabah. Mereka berusaha menjebak Putra Mahkota dengan berbagai cara. Dicarilah akal bulus untuk menggoda Sultan Muda yang sedang menanjak dewasa ini. Sebagai pria muda ia dianggap akan mudah tergoda dengan wanita.
Akhirnya ditemukan seorang wanita jelita yang kebetulan pula istri seorang Perwira Kerajaan dan kepercayaan Sultan Iskandar Muda. Karena istri seorang perwira kepercayaan Sultan, wanita ini dengan mudah masuk kedalam lingkungan Istana. Sehingga ia dengan mudah bergaul di istana dan mendekati Pangeran Muda yang tampan yang juga adalah seorang Putera Mahkota. Akhirnya akibat godaan sedemikian rupa Sultan Muda terjebak kedalam skenario yang dibuat oleh konspirasi jahat yang bertujuan ingin menjebak dan menyingkirkannya. Akhirnya sebagaimana diketahui bersama konspirasi jahat itu berhasil menyingkirkan Putra Mahkota Sultan Muda yang bernama asli Meurah Pupok.
Informasi ini sampai ketelinga Sultan Iskandar Muda, namun semuanya telah terjadi. Ia mulai membayangkan Putra kesayangannya tersebut yang juga Putra Mahkota yang kelak diharapkan melanjutkan kepemimpinannya. Terbayang olehnya akan wajah seorang pemuda tampan namun minim pengalaman. Di tengah usianya yang menanjak dewasa sangat mungkin ia mudah tergoda. Sultan mulai menyesali kealpaannya dalam mengawasi Putra Mahkota kesayangannya itu. Ia dirundung kesedihan mendalam. Kesedihan yang terus menerus ini membuat Sultan jatuh sakit. Sakitnya berlangsung terus dan semakin parah. Dalam beberapa waktu kemudian Sultan Iskandar Muda yang perkasa ini akhirnya mangkat tepatnya pada tanggal 27 Desember 1636.
Pengganti Sultan adalah menantunya yaitu Sultan Iskandar Tsani. Setelah Sultan Iskandar Tsani mangkat ditunjuklah istrinya yang juga anak Sultan Iskandar Muda dan adik Meurah Pupok yaitu Ratu Tajul Alam Syafiatuddin menjadi Ratu Penguasa Kesultanan Aceh. Dalam masa kepemimpinan Ratu Tajul Alam Syafiatuddin ia mencoba memulihkan kembali nama baik abangnya Meurah Pupok, karena sesungguhnya abangnya tersebut tidak sepenuhnya salah. Abangnya dijebak oleh suatu konspirasi yang jahat. Ratu kemudian membangun makam untuk abangnya Meurah Pupok yaitu suatu bangunan yang indah yang menjadi kenang-kenangan bagi peristiwa masa lalu untuk dijadikan pelajaran agar para penguasa dan keluarganya harus lebih berhati-hati dalam bersikap dan bertindak. Bangunan makam ini disebut dengan Kandang Poteu Cut. Kandang ini terletak pada lokasi strategis yaitu di sisi barat Kandang Perak dan Taman Sari pada tepi jalan masuk ke Medan Khayali. Namun, makam Meurah Pupok yang disebut Peucut ini sempat dihancurkan Belanda. Peucut berasal dari Pocut yang berarti putra kesayangan.
Demi menegakan hukum Sultan Iskandar Muda rela menghukum mati anaknya sendiri yang nota bene merupakan putra kesayangannya sekaligus penerus kekuasaannya. Meskipun kemudian diketahui kesalahan anaknya tersebut akibat suatu konspirasi yang memang sengaja menjebaknya. Sejarah telah memberikan pelajaran yang luar biasa buat kita, hukum memang harus ditegakan, namun kekuasaan itu pun syarat dengan intrik dan penuh tipu daya. (habahate)
-->