(Ditemani instrumen Koi dan nasyid Unic yang mengalun lembut, saya terus memijit tombol-tombol keyboard agar tersusun rapi sebuah dialog yang mengesankan antara Profesor dan salah satu mahasiswanya mengenai keberadaan Tuhan. Hmm.. mungkin sebagian readers udah pernah baca, tetapi tiap kali saya membaca ulang, selalu ada terselip rasa kagum dan bangga. Selamat membaca, semoga bermanfaat) ^-^
Prof : Katakan padaku, apakah kamu pernah mendengar suara Tuhanmu?
Ms : Tidak pernah, Prof.
Prof : Pernahkah kamu menyentuh Tuhanmu, merasakan Tuhanmu, mencium keberadaan Tuhanmu,
pernahkah kamu mempunyai pengalaman dengan inderamu mengenai keberadaan Tuhan ?
Ms : Tidak pernah, Prof.
Prof : Lalu kamu masih percaya pada-Nya?
Ms : Ya.
Prof : Secara empiris, terukur, percobaan perlakuan, ilmu pengetahuan mengatakan, Tuhanmu tidak
eksis. Apa yang dapat kamu mengatakan mengenai itu, nak?
Ms : Tidak suatu apapun, saya hanya mempunyai keyakinan saya.
Prof : Ya, keyakinan. Itulah masalah yang dihadapi ilmu pengetahuan.
Ms : Prof, apakah panas itu ada?
Prof : Tentu.
Ms : Dan tentu juga ada yang namanya dingin?
Prof : Ya.
Ms : Tidak Prof. Itu tidak benar. (Ruang perkuliahan itu menjadi sangat hening)
Prof : Prof, kau dapat merasakan panas. Lebih panas, super panas, mega panas, sedikit panas, atau
tidak panas. Tetapi kita tidak mempunyai ‘dingin’. Kita dapat mencapai 458 derajat di bawah nol dimana
tidak terdapat panas. Tetapi kita tidak dapat lebih dari itu. Tidak ada yang namanya dingin. Dingin hanyalah suatu kata yang digunakan untuk menggambarkan ketiadakadaan panas. Kita tidak dapat mengukur dingin. Panas adalah energi. Dingin bukanlah lawan dari panas Prof, hanya ketidakadaan dari panas.
(Keheningan terasa saat mahasiswa tersebut berhenti bicara).
Ms : Bagaimana dengan kegelapan, Prof?
Prof : Tentu. Apakah malam itu jika tidak ada kegelapan?
Ms : Kau salah lagi, Prof. Kegelapan adalah ketidakadaan dari sesuatu. Kau bisa mendapatkan cahaya
redup, cahaya normal, cahaya terang, cahaya yang berkedip-kedip. Tetapi jika kau tidak mempunyai cahaya, kau tidak memiliki apapun dan itu disebut kegelapan, bukan? Dalam realitas, kegelapan itu tidak ada. Jika ada, kau akan mampu membuat kegelapan semakin gelap bukan?
Prof : Jadi apa maksudmu anak muda?
Ms : Prof, maksudku adalah premis filosofismu terbantahkan.
Prof : Terbantahkan? Dapat kau jelaskan maksudmu bagaimana?
Ms : Prof, kau mencoba menjelaskan dalam premis dualitas. Kau berpendapat bahwa ada kehidupan dan kemudian ada kematian, Tuhan yang baik dan Tuhan yang jahat. Kau melihat konsep ketuhanan sebagai sesuatu yang terbatas, sesuatu yang dapat kita ukur. Prof, bahkan ilmu pengetahuan bahkan tidak dapat menjelaskan suatu pikiran. Pikiran menggunakan listrik dan magnetik, tetapi tidak pernah terlihat dan tidak pernah dipahami oleh siapapun. Untuk melihat kematian sebagai lawan dari kehidupan adalah tidak peduli terhadap kenyataan bahwa kematian tidak dapat eksis sebagai hal yang substansial. Kematian bukanlah lawan dari kehidupan, melainkan ketidakadaan kehidupan. Sekarang, katakan padaku Prof, apakah kau mengajarkan mahasiswamu bahwa mereka merupakan hasil evolusi dari monyet?
Prof : Jika kau menarik referensi dari proses evolusi alam, tentu, saya mengajarkan hal tersebut.
Ms : Pernahkah kamu mengamati proses evolusi dengan mata kepalamu sendiri, Prof ?
Prof : (Profesor tersebut menggelengkan kepalanya dengan sedikit tersenyum, mulai memahami kemana pembicaraan tersebut mengarah).
Ms : Karena tidak ada seorangpun yang pernah mengamati bagaimana proses evolusi dan bahkan tidak dapat menjelaskan bagaimana proses itu berjalan, apakah kau tidak mengajarkan sesuatu yang hanya pendapatmu, Prof ?
(Kelas menjadi riuh dengan bisik-bisik pelan para mahasiswa)
Ms : Apakah ada seseorang di kelas ini yang pernah melihat otak Profesor?
(Seketika terdengar tawa riuh dalam kelas)
Ms : Apakah ada seseorang di sini yang pernah mendengar otak Profesor, menyentuhnya, merasakannya, atau menciumnya? Tidak seorangpun bukan. Jadi, menurut ketetapan empiris, percobaan perlakuan, ilmu pengetahuan mengatakan bahwa Profesor tidak mempunyai otak. Dengan segala hormat Prof, jadi bagaimana kami dapat mempercayai kuliahmu, Prof?
(Ruangan menjadi hening, Profesor memandang kepada mahasiswa tersebut, mukanya tidak dapat ditebak).
Prof : Aku rasa, kau dan teman-temanmu harus melihatnya dengan keyakinan, nak.
Ms : Tepat, Prof. . . penghubung antara manusia dengan Tuhan adalah KEYAKINAN.
KEYAKINAN. Itulah yang menjaga semua hal bergerak sebagaimana mestinya dan kehidupan tetap berjalan.
“(Yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib. . .” (Al Baqarah : 3)
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka itu beriman kepada-Ku agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (Al Baqarah : 186)
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (Al Qaaf : 16)
“Barangsiapa yang sungguh-sungguh datang kepada Kami, maka pasti akan Kami tunjukkan jalan-jalan Kami. . . “ (Al Ankabut : 69)
“Wahai orang-orang yang beriman jika kamu bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menjadi bagimu furqan (pembeda).” (Al Anfal : 29)
Sumber; Humaira Meirina 2009
http://m.facebook.com/profile.php?rf1cf8f24&id=1330427201&refid=48