Thursday, August 19, 2010

Raja Preman Bertobat, Kini Dampingi PSK

BLITAR, KOMPAS.com - Keinginan kuat untuk menjadi raja preman membawa Darwanto alias Paegox, 30, mengembara ke Banyuwangi hingga Banten guna menimba ilmu kanuragan atau kesaktian.
Tujuannya, agar saat berkelahi atau berurusan dengan aparat, tak mudah ditaklukkan. Namun, setelah malang melintang sebagai `lurahnya` preman Kota Blitar, Paegox justru mengalami pergulatan batin.
Darwanto dikenal dengan sebutan Paegox kini banyak mengadakan kegiatan sosial untuk mengisi bulan Ramadan. Foto: Surya/Achmad Amru Muiz
Untuk pengembaraannya guna mendapatkan ilmu kanuragan, Paegox mengaku sempat menjual dua ekor sapi milik orangtuanya. Segala persyaratan yang diminta orang pintar yang jadi guru kanuragan-nya seperti berpuasa, tirakat dan lain-lain juga dengan disiplin dia lakukan.
Malahan, sebut Paegox, di antara syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat ilmu kanuragan itu mengandung risiko berat.

Akhirnya, Paegox yang kelahiran Desa Penataran, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar itu memang mendapatkan `kesaktian` yang dicita-citakannya.
“Setiap ada tawuran atau beraksi sebagai preman, saya selalu menang kalau ada pertarungan fisiknya,” tutur Paegox.
Namun, ilmu Paegox rupanya belum bisa menghindarkan dirinya dari penangkapan aparat kepolisian. Berulangkali dia ditangkap dan ditahan di kantor polisi terkait aksi premanisme.
Aparat pun jadi hapal kalau ada kerusuhan, mabuk-mabukan dan ulah-ulah premanisme lainnya di Blitar, hampir bisa dipastikan ada Paegox di sana.
Anehnya, meski bolak-balik berurusan dengan polisi dan ditahan, Paegox tidak sampai dijebloskan ke penjara. Kenyataan ini makin meningkatkan pamor Paegox di mata para preman lainnya sehingga dia dijuluki sebagai `lurahnya` preman Blitar.
Namun, di tengah pamornya yang menanjak sebagai sesepuh preman, Paegox justru mulai mengalami konflik batin. Dia merasa ada yang kosong dalam jiwanya, dan juga mulai menyadari ketidakjelasan tujuan hidupnya setelah banyak menghabiskan waktunya untuk mabuk-mabukan, tawuran dan aksi-aksi premanisme.

Pergolakan itu ia rasakan makin kuat setelah Paegox menaksir seorang perempuan, yang kemudian jadi istrinya, yakni Nova Ike. “Apa jadinya, kalau saya ingin menikah tapi kelakuan saya masih seperti ini,” Paegox merenung kala itu.
Tidak ada peristiwa khusus yang membuatnya punya keinginan kuat untuk banting setir guna menjalani gaya hidup yang berbeda. Paegox hanya merasa, tampaknya dirinya sudah mencapai titik puncak dalam kenakalan, dan ternyata tak ada apapun yang bermakna yang ia dapatkan.
Ilmu-ilmu kanuragan yang dimilikinya, ia rasakan malah menjauhkannya dari Tuhan
Akhirnya, pada tahun 2005, Paegox berhasil memperistri Nova dan di tahun yang sama lahirlah anak pertama mereka, yaitu Ariel Elga Pandega Lestama.
“Sejak adanya Ariel, niat saya makin besar untuk hidup lebih baik,” kata Paegox.
Namun, godaan-godaan tidaklah kecil. Rekan-rekannya sesama preman masih terus mengajaknya kembali ke dunia hitam. Bahkan ada yang mencibirnya. Meskipun kadangkala Paegox terpancing emosinya dan secara fisik ingin meladeni cibiran-cibiran terhadapnya, ia berusaha sabar. Ia tahu jika emosional, justru pada dasarnya ia kembali lagi ke dunia lama.

Paegox yang awalnya gemar tirakat untuk kanuragan, pun kembali melakukan tirakat namun untuk lebih mendekatkan diri pada Tuhan. Ia lantas mendirikan kelompok kecil guna belajar agama dan mengaji Alquran.
“Saya ajak teman-teman yang nakal itu untuk gabung. Tapi, itu tidaklah gampang dan butuh waktu. Namun saya melakukan pendekatan merangkul, bukan memusuhi. Jadi, biarpun mereka masih nakal, saya persilakan untuk gabung,” kata Paegox.
Paegox juga mulai mendekati lokalisasi-lokalisasi prostitusi. Kini anggota kelompok pengajiannya sudah mencapai 50-an orang dengan kegiatan rutin yang sudah terjadwal, apalagi di bulan Ramadan seperti sekarang.
“Selain mengaji dan salat tarawih bersama, di bulan Ramadan yang rutin kami lakukan adalah ceramah agama dengan mengundang sejumlah kyai lokal,” kata Paegox.
Paegox kini juga terlibat di Komisi Penanganan Wanita Tuna Susila dan Pria Tuna Susila Kabupaten Blitar, yang bergerak di bidang penyadaran dan pemberdayaan dengan sasaran para pekerja seks komersial (PSK).
Beberapa PSK telah berhasil diinsyafkan sekaligus diberi pembekalan untuk hidup dengan lebih baik. Sampai sekarang pun, nama Paegox di kalangan preman Blitar masih dikenal. Namun, citranya sudah berbeda dengan dulu. (Achmad Amru Muiz)