Saturday, October 30, 2010

Keadaan Aceh Yang Semakin Meresahkan

Kamis, 26/06/2008 09:53 WIB
Bisnis Seks di Aceh
Operasi Selepas Bedug Magrib 
Deden Gunawan - detikNew
Banda Aceh - Nama jalan itu adalah Lorong Kelinci. Jalan kecil yang terletak di kawasan Jambo Tape, Kuta Alam, ini dikenal sebagai tempat prostitusi terselubung di Banda Aceh.

Sekalipun sebagai tempat prostitusi, tidak sembarang waktu pria hidung belang bisa datang ke lokasi ini. Pekerja seks komersial (PSK) di lokasi ini hanya mau melayani selepas bedug magrib hingga pukul 23.00 waktu setempat. Di luar jam tersebut para PSK tidak mau melayani tamu.

Jangan heran kalau di siang hari di tempat ini tidak terlihat adanya aktivitas layaknya lokasi esek-esek. "Kalau siang atau tengah malam hari WH (polisi syariat Aceh) sering ke sini. Nanti bisa kena operasi," ujar Yuli, PSK asal Riau, yang mangkal di Lorong Kelinci.

Para PSK di lokasi ini umumnya menempati kamar-kamar sewa atau kos-kosan yang ada di sana. Tapi bagi tamu yang baru pertama kali datang ke lokasi tersebut, Yuli menyarankan supaya datang dulu ke salon kecantikan yang berjajar di mulut jalan itu. Cara ini dilakukan supaya tidak salah sasaran. Sebab kos-kosan PSK itu berbaur dengan rumah-rumah penduduk.

Saat di dalam salon tamu biasanya akan ditawari beberapa layanan baik pijat maupun "cuci muka", maksudnya berkencan. Di tempat itu juga tamu akan diperlihatkan foto-foto wanita yang akan dijadikan teman kencan atau sekadar memijat.

Bila setuju, pelayan salon akan membawa tamu ke para PSK yang bertarif Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu, per sekali kencan. Umumnya PSK yang beroperasi di lokasi tersebut berasal dari Medan, Riau dan Palembang.

Mereka sudah beroperasi di wilayah tersebut jauh sebelum tsunami melanda Nanggroe Aceh Darussalam, akhir 2004 silam. Kini, sekalipun Pemprov NAD telah menerapkan syariat Islam, praktek itu tetap saja berjalan sekalipun tidak sevulgar dulu.

Menurut Lusi, pelayan salon di wilayah tersebut, untuk mengakali operasi WH para PSK umumnya mengaku sebagai pacar anggota TNI/Polri. Cara seperti ini dianggap cukup efektif untuk terhindar dari sorotan masyarakat atau operasi WH.

Kepala Dinas Wilayatul Hisbah (WH) Banda Aceh Nasir Ilyas mengamini kalau petugasnya bersama aparat kepolisian kesulitan menertibkan praktek prostitusi di Lorong Kelinci.
Pasalnya, mereka kurang cukup bukti kalau para PSK melakukan kegiatan terlarang tersebut. "Kita berulang kali melakukan operasi di sana. Tapi tidak pernah berhasil," ujar Nasir kepada detikcom.

Namun, lanjut Nasir, WH dan kepolisian sudah berhasil meminimalisir praktik prostitusi yang dilakukan di salon-salon. Beberapa salon yang diduga sebagai ajang prostitusi kemudian ditutup lantaran telah melanggar Qanun nomor 14 tahun 2003, pasal 296 KUHP, yakni menyediakan tempat untuk perbuatan asusila.

Meski demikian operasi itu tidak bisa menjamin kalau praktik prostitusi di salon kecantikan tersebut bisa terhenti begitu saja. Sebab para pelakunya akan menggunakan beragam cara untuk membuka kembali usahanya tersebut.

"Bisnis prostitusi itu seperti bisnis miras. Mereka sangat terorganisir sehingga tidak mudah memberantasnya," ujar Nasir. Karena kelihaian para pelaku, Nasir kemudian berharap peran serta masyarakat untuk membantu mengatasinya.

Tak Lagi Bebas, Tapi HIV Tinggi

Fuad Mardatilah, dosen IAIN Ar-Raniri sekaligus peneliti masyarakat Aceh mengatakan, prostitusi di Aceh memang lumayan marak. Tapi jumlahnya jauh berkurang dibanding saat Orde Baru berkuasa.

"Saat Orde Baru, masyarakat di Aceh tidak terlalu peduli dengan kegiatan tersebut. Sekarang sudah mulai tumbuh kesadaran sehingga gerak bisnis ini semakin terbatas," kata Fuad.

Bukan hanya prostitusi. Gaya hidup bebas masyarakat Aceh saat ini juga lebih terkendali. Indikasinya, beberapa tempat hiburan malam kini nyaris tidak ada di Aceh, termasuk Banda Aceh.

"Hubungan muda-mudi dulu sangat bebas. Sekarang tidak bebas lagi karena ada aturan syariat," jelasnya. Perubahan perilaku tersebut, diakui Fuad terjadi pasca tsunami. Sebab setelah bencana tersebut masyarakat Aceh begitu takut untuk berbuat maksiat.

Untuk menjaga perilaku generasi muda di Aceh malah beberapa rektorat di Banda Aceh ada yang meminta petugas WH membuka posko di dalam kampus. Hal ini untuk menjaga perilaku para mahasiswa. Namun permintaan  tersebut tidak disanggupi WH Banda Aceh.

"Kita tidak mau masuk terlalu jauh ke dalam kampus. Nanti dibilang melanggar otonomi kampus," ujar Nasir Ilyas.

Tapi dengan adanya permintaan tersebut Nasir merasa senang. Sebab upaya untuk menjaga perilaku masyarakat menuai banyak dukungan.

Ironisnya, meski gaya hidup bebas sudah menurun drastis, angka penderita HIV/AIDS di daerah berjuluk Serambi Makkah itu justru meningkat tajam. Berdasarkan data Pemberantasan AIDS Provinsi (KPAP) Aceh sejak tahun 2004, jumlah penderita penyakit hilangnya kekebalan tubuh ini meningkat setiap tahunya. Misalnya pada tahun 2004,hanya ada 1 kasus. Tahun 2005 meningkat menjadi 2 kasus.

Tahun berikutnya, angkanya kembali bertambah sebanyak 7 kasus. Kemudian tahun 2007, muncul 15 kasus baru HIV/AIDS. Di pertengahan tahun 2008 peningkatannya lebih signifikan, yakni bertambah 23 kasus baru.

Menurut perkiraan KPAP Aceh, saat ini kasus HIV dan AIDS di Aceh melebihi 1.039 kasus. Umumnya, kasus ini terjadi di beberapa daerah yang mobilitas penduduknya tinggi, seperti Banda Aceh.

Namun meningkatnya kasus HIV/AIDS tersebut,  kata Pengelola Program KPAP Aceh, DRS Safwan, lebih banyak disebabkan pengaruh dari luar.  Alasannya, setelah tsunami  Aceh terglobalisasi. Setelah itu,  hal-hal negatif dari globalisasi seperti prostitusi, seks bebas, penyalahgunaan alkohol dan penyalahgunaan narkoba masuk ke wilayah tersebut. "Peran penduduk dari luar Aceh sangat mempengaruhi peningkatan kasus penderita HIV/AIDS," ungkap Safwan kepada detikcom.

Ia mencontohkan, lelaki hidung belang dari Aceh umumnya berakhir pekan di Medan untuk belanja seks. Di provinsi tetangga tersebut mereka  berhubungan dengan PSKyang terinfeksi HIV/AIDS dan mereka kemudian membawa masuk ke Aceh. Selain itu, bisa juga penyakit itu menyebar melalui PSK asal daerah lain yang beroperasi di Aceh. (ddg/nrl)
Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda!