REPUBLIKA.CO.ID, AMSTERDAM--Apa kaitan antara Aceh dan Afghanistan? Selain penduduk kedua daerah sama-sama mayoritas beragama Muslim. Ternyata satu kaitan itu adalah Belanda. Bagaimana bisa?
Belanda termasuk bagian dari pasukan sekutu yang dikirim ke Afghanistan, bersama dengan Amerika Serikat. Menurut Kementerian Pertahanan Belanda, sebelum para prajurit Belanda berangkat, mereka dibekali khusus pengetahuan tentang Perang Aceh dan bagaimana Belanda berjibaku mencoba menjajah Aceh.
Perang Aceh yang berlangsung antara tahun 1873 sampai 1904. Menurut Paulus Bijl, seperti dikutip dari Radio Nederland Worldwide, ada beberapa alasan mengapa hal itu dilakukan. Salah satunya adalah gagasan kontraperlawanan rakyat. Ini merujuk pada Perang Aceh yang ketika itu seluruh rakyatnya bersatu melawan Belanda.
"Ada seorang perwira tinggi Belanda yang bicara tentang Pendekatan Belanda, Dutch Approach. Menurutnya kita ke Uruzgan, Afghanistan, bukan untuk memerangi Taliban, tapi untuk membuat mereka tidak diperlukan lagi," kata Bijl.
Menurut dia, gagasan seperti ini sudah ada sejak Indonesia menjadi jajahan Belanda. Penguasa kolonial memanfaatkan penguasa lokal. Mereka dituduh memperlakukan penduduk setempat dengan buruk. Sehingga kolonialis Eropa harus turun tangan.
Gagasannya adalah Eropa punya cara yang lebih baik. Rakyat setempat tidak tahu dan tidak paham. Kalau pemimpin setempat itu bisa diusir, maka rakyat akan sadar bahwa hidup di bawah naungan bendera Eropa akan lebih 'nyaman'.
Menurut Bijl, salah satu kesalahan fundamental Belanda di Indonesia adalah bahwa warga Hindia Belanda waktu itu tidak pernah diberi kesempatan untuk menyatakan pendapat mereka. Dengan kata lain, mereka tidak pernah menjadi warga negara.
Sehingga kalau akhirnya warga Afghanistan berhasil diyakinkan soal demokrasi dan demokrasi itu benar-benar dipraktekkan, Belanda mengklaim misi militer ke Afghanistan berhasil. "Karena jelas kita tidak bisa memaksakan sesuatu dari luar. Itu tidak pernah jalan di Hindia Belanda dan juga tidak akan jalan di Afghanistan," katanya.
Perang Aceh yang berlangsung antara tahun 1873 sampai 1904. Menurut Paulus Bijl, seperti dikutip dari Radio Nederland Worldwide, ada beberapa alasan mengapa hal itu dilakukan. Salah satunya adalah gagasan kontraperlawanan rakyat. Ini merujuk pada Perang Aceh yang ketika itu seluruh rakyatnya bersatu melawan Belanda.
"Ada seorang perwira tinggi Belanda yang bicara tentang Pendekatan Belanda, Dutch Approach. Menurutnya kita ke Uruzgan, Afghanistan, bukan untuk memerangi Taliban, tapi untuk membuat mereka tidak diperlukan lagi," kata Bijl.
Menurut dia, gagasan seperti ini sudah ada sejak Indonesia menjadi jajahan Belanda. Penguasa kolonial memanfaatkan penguasa lokal. Mereka dituduh memperlakukan penduduk setempat dengan buruk. Sehingga kolonialis Eropa harus turun tangan.
Gagasannya adalah Eropa punya cara yang lebih baik. Rakyat setempat tidak tahu dan tidak paham. Kalau pemimpin setempat itu bisa diusir, maka rakyat akan sadar bahwa hidup di bawah naungan bendera Eropa akan lebih 'nyaman'.
Menurut Bijl, salah satu kesalahan fundamental Belanda di Indonesia adalah bahwa warga Hindia Belanda waktu itu tidak pernah diberi kesempatan untuk menyatakan pendapat mereka. Dengan kata lain, mereka tidak pernah menjadi warga negara.
Sehingga kalau akhirnya warga Afghanistan berhasil diyakinkan soal demokrasi dan demokrasi itu benar-benar dipraktekkan, Belanda mengklaim misi militer ke Afghanistan berhasil. "Karena jelas kita tidak bisa memaksakan sesuatu dari luar. Itu tidak pernah jalan di Hindia Belanda dan juga tidak akan jalan di Afghanistan," katanya.